Sidang lanjutan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 18 ayat (1) huruf c, yang dilakukan oleh konsumen (Ferdian Kurniawan Budiyanto SE/penggugat) terhadap Presiden Direktur PT Pakuwon Jati, Tbk (tergugat) telah memasuki agenda mendengarkan keterangan saksi ahli di ruang Tirta 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (25/2/2019).
Dalam perkara Perdata No. 936/Pdt.G/2018/PN.Sby dengan gugatan PMH ini,
penggugat menghadirkan saksi ahli, Prof. Dr. Indrati Rini, SH., MS, ahli hukum perlindungan konsumen.
Muhammad Said Sutomo, Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Jawa Timur (YLPK) Jatim didampingi Mukharrom Hadi Kusumo, SH bertanya tentang konsumen merasa dirugikan oleh PT. Pakuwon Jati Tbk dalam Perkara Nomor : 936/Pdt.G/2018/PN. Sby, mohon ahli jelaskan perjanjian menurut UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) seperti apa ?
Saksi ahli Prof. Dr. Indrati Rini, SH., MS menjawab, pada dasarnya perjanjian menurut UUPK adalah suatu perbuatan yang mana pihak yang satu yaitu Pelaku Usaha mengikatkan diri pada pihak yang lain yaitu Konumen
“Lazimnya, pelaku uaha telah menyiapkan dokumen atau perjanjian dalam bentuk Perjanjian Baku (standard contract), yang didalamnya terdapat klausula -klausula baku (standard clauses), yang harus disetujui konsumen,” ucapnya.
Menurut saksi ahli, klausula baku yaitu setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat, yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha,. Hal ini dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian, yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen (Pasal 1 angka 10 UUPK).
Perjanjian baku kerapkali kali disebut sebagai perjanjian sepihak, karena konsumen hanya punya pilihan menerima atau menolak ketentuan-ketentuan dalam perjanjian. Artinya tanda tangani jika setuju, atau tinggalkan jika menolak (take it or leave it contract).
Dalam sidang yang dipimpin hakim ketua Dwi Winarko SH MH didampingi hakim anggota, Dedy Fardiman dan Irza , Ketua YLPK Jatim , itu Muhammad Said Sutomo, didampingi Mukharrom SH memohon ahli menjelaskan dan menyebutkan klausula-klausula baku yang bertentangan dengan UUPK .
Dijelaskan saksi ahli Prof. Dr. Indrati Rini, SH., MS, bahwa dalam Pasal 18 ayat 1 UUPK menentukan , bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan atau perjanjian, diatur dalam Pasal 18 UUPK.
Di antaranya menyatakan pemberian kuasa dari konsumen pada pelaku usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran, mengatur perihal atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen.
Selain itu, memberi hak pada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa.
Juga, menyatakan tunduknya konsumen pada peraturan2 baru, tambahan, atau lanjutan dan atau pengubahan lanjutan, yang dibuat oleh pelaku usaha, dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.
Dan, menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa pada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli konsumen secara angsuran.
Namun demikian, lanjut saksi ahli, larangan sebagaimana dalam Pasal 18 ayat 1 tersebut untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha, berdasar pada Prinsip/ Asas Kebebasan Berkontrak (Principle of Contract Freedom).
“Pelaku usaha yang melanggar larangan Pasal 18 ayat 1, huruf-guruf a-h tersebut, berakibat perjanjian batal demi hukum (nietigbaar, null and void). Artinya dari semula perjanjian dianggap tidak pernah ada,” kata saksi ahli Prof. Dr. Indrati Rini, SH., MS.
Dan, selanjutnya dalam Pasal 18 ayat 2 menentukan bahwa, pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau pengungkapannya sulit dimengerti“.
“Pelaku usaha yang melanggar ketentuan ini, akibat hukumnya perjanjian batal demi hukum (nietigbaar). Pelaku usaha yang melanggar Pasal 18 UUPK dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun, atau pidana denda paling banyak Rp 2 milyar,” cetus saksi ahli.
Muhammad Said Sutomo, Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Jawa Timur (YLPK) Jatim didampingi Mukharrom SH meminta saksi ahli menjelaskan, apa yang dimaksud pada Pasal 18 ayat (1) huruf c yang menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan atau jasa, yang dibeli oleh konsumen.
Diungkapkan saksi ahli Prof. Dr. Indrati Rini, SH., MS, bahwa larangan berdasar Teori Hukum (Legal Theory), yaitu suatu kewajiban hukum secara umum berlaku bagi anggota masyarakat untuk tidak melakukan sesuatu.
Jika dalam suatu perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah, klausula bakunya menyatakan, bahwa pembayaran uang muka di bawah 30 %, maka menjadi milik Pelaku Usaha”.
Jika dikaitkan dengan Pasal 18 ayat 1 huruf c UUPK, bagaimana menurut keterangan Ahli, mohon dijelaskan melanggar atau tidak ?
Ditegaskan saksi ahli, ketentuan baku tersebut melanggar Pasal 18 ayat 1 huruf c, akibatnya Perjanjian Pengikatan Jual-Beli tsb batal demi hukum, dan uang muka harus dikembalikan pada Konsumen dan perjanjian batal demi hukum (null and void).
PT Pakuwon berkewajiban mengembalikan uang Rp 661.760.000 kepada konsumen dan PT Pakuwon telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Sementara itu, kuasa hukum Pakuwon, Leonard SH MH menanyakan pada saksi ahli, apa yang diterima penjual (uang muka 30 persen-red) dari konsumen, kalau tidak dikembalikan adalah pelanggaran.
Namun bila ada PPN dan PPH yang telah dibayarkan penjual pada negara, apakah masih menjadi tanggungan penjual (Pakuwon yang menjual rumah di Grand Pakuwon pada konsumen-red)) , bila ada pembatalan dan harus dikembalikan sepenuhnya, tanpa potongan ?
“Lazimnya pembayaran uang muka itu sebesar 10 persen. Tetapi, yang terjadi pembeli telah membayar uang muka 30 persen. Ini adalah kesalahan pelaku usaha (Pakuwon) dan seharusnya mengembalikan uang muka itu pada konsumen atau pembeli. Ini mengingat konsumen belum mendapatkan apa-apa,” tukas saksi ahli Prof. Dr. Indrati Rini, SH., MS.
Kuasa hukum tergugat Leonard, tidak mengajukan saksi maupun saksi ahli dalam persidangan berikutnya yang akan digelar Senin (4/2/2019) mendatang.
“Kami akan mengajukan bukti tambahan majelis hakim,” kata Leonard SH