Mencuatnya kasus Stella Monica dengan klinik kecantikan L’Viors yang menyita perhatian publik. Kini mendapat perhatian serius dari Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur.
YLPK Jatim menilai komplain Stella Monica tentang layanan klinik kecantikan di L’Viors, mestinya tak berlanjut ke Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Hal ini resmi disampaikan YLPK tentang Legal Opini Kriminalisasi Masyarakat Konsumen yang bernomor 65/YLPK-JATIM/L-Opini/X/2021.
Ketua YLPK Jatim Muhammad Said Sutomo dalam legal opininya mengatakan, apa yang dilakukan L’Viors, yakni melaporkan seorang konsumennya sendiri, adalah bentuk kriminalisasi.
“Stella adalah konsumen. Hak konsumen itu, haknya untuk didengar keluhannya, itu ada di dalam UU. Ini gak bisa dilaporkan dengan delik pidana,” jelas Said, Sabtu (30/10).
Menurut Said, bahwa Stella berhak mendapatkan perlindungan sebagaimana di atur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam hal mengeluarkan pendapat dan keluhannya.
Said juga menyebut status Stella sebagai konsumen L’Viors ini sudah jelas. Lantaran telah terjadi adanya transaksi sehingga muncul hak dan kewajiban konsumen dengan pelaku usaha sebagaimana tercantum dalam pasal 4, pasal 5 pasal 6 dan pasal 7 UU Perlindungan Konsumen.
“Mestinya perkara ini menggunakan UU Perlindungan Konsumen, Konsumen (Stella) menjadi korban dan mengalami kerugian,” jelasnya.
Menurut YLPK, keluhan Stella yang mengeluhkan kondisi wajahnya di media sosial itu merupakan hak konsumen. Dan bukan suatu kejahatan, apalagi sampai dijerat Pasal 27 ayat 3 Jo Pasal 45 ayat 3 UU RI Nomor 19 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang UU ITE.
“Inikan pendapat dan keluhan konsumen Stella kepada L’viors di media sosial, menurutnya juga bukan termasuk actus reus atau perbuatan melanggar pidana,” tutur Said.
Sebab, sebelum mencurahkan curhatan di media sosial, menurut keterangan Stella sudah beberapa kali melakukan komplain secara langsung. Namun ia tak mendapatkan respons yang baik dari pihak L’Viors.
“Siapapun yang dialami konsumen dengan posisi seperti itu (dirugikanakan) akan melakukan curhatan di media sosial, atas dasar umpatan yang tidak tersalurkan atas keluhannya konsumen. Mestinya penyedia barang dan jasa atau setiap pelaku usaha membuka akses untuk komplain dan tentunya pengusaha juga harus ada jaminan bahwa produknya tersebut tidak akan mengecewakan,” ungkap Said.
Diketahui, konsumen Stella Monica dipidanakan dengan dugaan pencemaran nama baik UU ITE. Ia dilaporkan oleh klinik kecantikan L’Viors, dimana tempat dirinya menjalani perawatan.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, jaksa menilai Stella telah melanggar Pasal 27 ayat 3 Jo Pasal 45 ayat 3 UU RI Nomor 19 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Stella bahkan dituntut dengan ancaman hukuman pidana 1 tahun penjara dan denda Rp10 juta subsider 2 bulan kurungan.
Sumber : Media Merah Putih