SURABAYA- Kebijakan Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang memindahkan bus jalur Pantura dari Terminal Bungurasih ke Terminal Osowilangun (TOW), menuai gugatan dari kalangan masyarakat selaku konsumen. Pemindahan itu dinilai merugikan publik.
Sementara konflik terminal bus di Surabaya Utara semakin pelik. Delapan hari sudah TOW lumpuh, karena semua bus jurusan Surabaya-Tuban-Semarang maupun Surabaya-Bojonegoro, mogok total. Bahkan, para sopir bus Pantura, Selasa (8/5), melakukan pemblokiran di Terminal Bungurasih. Banyak calon penumpang keleleran.
Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur menilai pemindahan trayek bus jalur Pantura dari Terminal Purabaya, Bungurasih, ke Terminal Tambak Oso Wilangon (TOW) merupakan kebijakan walikota yang tidak cerdas. Pihaknya akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Itu bukan keputusan tapi kesepakatan. Kesepakatan yang konyol yang tidak cerdas. Dirjen (Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub) juga begitu. Ada apa dia mudah dikendalikan,” ujar Ketua YLPK Jatim, M Said Sutomo kepada wartawan di sela-sela aksinya bersama konsumen yang terdiri dari mahasiswa dan pekerja di depan gedung DPRD Surabaya, Jalan Yos Sudarso, Selasa (8/5).
Ia mengatakan, sudah membaca kesepakatan (kebijakan) pemindahan trayek dari Terminal Bungurasih ke TOW bahwa, semua kerugian sosial ekonomi akan ditanggung oleh Pemkot Surabaya. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak cerdas. “Ini ada peluang masuk bagi kami untuk menggugat. Selain melakukan aksi secara lisan, kami juga akan berbuat secara hukum. Kami akan melakukan tuntutan melalui PTUN, karena konsumen merasa dirugikan , karena selama 8 hari tidak ada angkutan,” tuturnya.
Said menegaskan, Pemkot Surabaya dan Kemenhub gegabah membuat kebijakan pemindahan trayek. Ia menambahkan dari hasil penelitian, 80 persen konsumen tidak setuju adanya pemindahan trayek. “Kami sudah melakukan penelitian. 80 persen konsumen keberatan dan tidak setuju,” terangnya.
Selain itu, YLPK juga mengkritisi kebijakan Pemkot Surabaya terkait transportasi massal di Surabaya. Menurutnya, kemacetan di kota terbesar nomor dua setelah Jakarta, karena tidak adanya transportasi publik yang nyaman dan tepat waktu. “Jangan sampai masyarakat Surabaya merasa ego, merasa bangga diri, merasa hidup tanpa masyarakat sekitarnya, jangan seperti itu. Jadi semua kota bisa hidup karena ada masyarakat penyangga di sekitarnya,” tuturnya.
Dalam aksi tersebut, puluhan konsumen dari mahasiswa hingga pekerja yang menolak pemindahan trayek dari Bungurasih ke TOW. Mereka juga membawa berbagai poster diantaranya bertuliskan, ‘Bersatulan wahai konsumen lawan kedoliman’, ‘Kami juga butuh transportasi murah’, dan berbagai tulisan lainnya.
Said menegaskan, perlu sistem transportasi massal yang nyaman dan cepat. Termasuk penyedian trayek semua jurusan di TOW seperti di Terminal Bungurasih. “Beri variasi jurusan semacam di Bungurasih, sehingga konsumen yang dari Madura, dari Jembatan Merah bisa mau ke Yogya, mau ke Malang, tidak perlu lagi ke Terminal Bungurasih, tapi cukup di terminal Terminal Tambakoso Wilangun, karena variasi trayeknya tersedia,” ujarnya.
Pihaknya juga tidak mempersoalkan terkait sarana dan prasaran di TOW yang dinilai awak bus belum layak. Asalkan kebijakan dari pemerintah cerdas dan tidak merugikan konsumen. “Seburuk apapun tempat lokasinya akan diburu masyarakat, kalau memang memberikan keuntungan akan tumbuh dengan sendirinya. Sebaik apapun infrastrukturnya, tapi tidak diiringi dengan kebijakan yang cerdas, tidak ada gunanya infratsruktur itu,” tandas Said.
Blokir Bungurasih
Kemarin, para kru bus antar kota antar propinsi (AKAP) jurusan Surabaya-Semarang memblokir pintu masuk dan keluar terminal Purabaya, Bungurasih. Akibatnya, banyak armada bus lain tidak bisa masuk maupun keluar untuk beroperasi. Mereka memilih membatalkan berangkat karena takut menerobos demonstran. Demikian juga para penumpang, mereka memilih keluar mencari angkutan lain selain bus agar segera sampai di tempat tujuannya.
Tuntutan para sopir, ingin bertemu dengan Kepala UPTD Terminal Purabaya May Ronald, setelah gagal bertemu Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Mereka meminta diperbolehkan masuk ke Terminal Purabaya dan Terminal Oso Wilangun (TOW). Pantauan di lokasi, para demonstran lantas diajak berunding oleh May Ronald. Namun, kesepakatan belum juga ditemukan. “Intinya kita keberatan kalau dipindah ke TOW,” tandas salah satu kru bus.
Sementara di Terminal Osowilangun, hingga kemarin, masih lumpuh. Bus Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) jurusan Surabaya-Bojonegoro dan Surabaya-Tuban yang sempat beroperasi Senin (7/5), akhirnya menyerah setelah diprotes bus AKAP. Mereka pun memutuskan tidak beroperasi lagi, kemarin. “Kami tidak beroperasi dulu hari ini (kemarin) menunggu hingga situasi kondusif, menunggu hingga ada keputusan,” ujar Sekretaris Paguyuban Pekerja Sopir (PPS) TOW, Supari.
Awalnya pengoperasian bus AKDP berjalan lancar. Namun menimbulkan kecemburuan bagi sopir dan kru bus AKAP. Mereka kemudian meluruk DPRD Surabaya untuk menemui Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, yang sedang menghadiri rapat paripurna. Tapi Risma enggan menemui. Bahkan Risma ngotot bahwa bus lintas utara harus tetap masuk TOW sesuai surat dari Dirjen Perhubungan Darat per tanggal 1 Mei 2012.
Karena tak mendapat jawaban yang memuaskan, sopir dan kru bus akhirnya menghadang bus AKDP dan memaksa penumpangnya turun. “Kami tak ingin ada gesekan,” tandas Supari. Ia pun meminta agar Dinas Perhubungan maupun Pemkot Surabaya tidak membuat konflik di Terminal Oso Wilangon. “Sopir dan penumpang jangan dijadikan korban dalam konflik ini,” pungkas Supari.
Penumpang Keleleran
Akibat konflik itu, warga menjadi korban. Banyak calon penumpang tidak terangkut alias keleleran. Lantaran putus asa tak ada bus yang beroperasi, beberapa dari mereka memutuskan untuk naik mobil angkutan umum (MPU). Namun, mereka harus mengeluarkan ongkos hingga 3 kali lipat.
“Terpaksa mas, dari pada tidak sampai di tujuan. Ada urusan keluarga penting ini,” ucap Bambang yang mengaku akan ke Babat, Lamongan. Untuk ke Babat dari Terminal Osowilangun, MPU menarik Rp 30 ribu per penumpang. Padahal, ongkos baik bus dengan jurusan yang sama hanya Rp 10 ribu.
Sumber : Surabayapagi